Rabu, 14 Juli 2010

Once – Symphony yang Indah




Alun sebuah symphony
Kata hati disadari
Merasuk sukma kalbuku
Dalam hati ada satu
Manis lembut bisikanmu
Merdu lirih suaramu
Bagai pelita hidupku

Berkilauan bintang malam
Semilir angin pun sejuk
Seakan hidup mendatang
Dapat ku tempuh denganmu

Berpadunya dua insan
Symphony dan keindahan
Melahirkan kedamaian
Melahirkan kedamaian

Syair dan melodi
Kau bagai aroma penghapus pilu
Gelora di hati
Bak mentari kau sejukkan hatiku

Burung-burung pun bernyanyi
Bunga-bunga pun tersenyum
Melihat kau hibur hatiku
Hatiku mekar kembali
Terhibur symphony
Pasti hidupku ‘kan bahagia


july-5'2010

Ahmad Syafe'i Said PART II


setiap perjalanan hidup pasti penuh rintangan dan cobaan,,, apakah kita bisa mengatasinya,,,, ? tentu saja kita bisa,,, ' asal kita memiliki keyakinan yang kuat dan semagat yang kuat tentu saja,,, semua rintangan dan cobaan pasti bisa dijalani dengan mudah,,,, "
oleh sebab itu jangan kita putus asa jika ingin maju dan sukses,,,, serta lapisi pondasi perjalanan hidup dengan keimanana dan do'a,,, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk jalan yang kita tempuh. amiin

AHMAD SAFE'I SAID


Ketenangan jiwa adalah sumber bagi kebahagiaan. Seseorang individu tidak akan mengalami perasaan yang bahagia ketika jiwanya tidak tenang atau gelisah. Hakikat perjalanan hidup yang kita jalani, Semakin kita melangkahkan kaki dalam kehidupan semakin banyak masalah yang datang dan pergi.Karena banyaknya persoalan kehidupan yang menyebabkan manusia merasa bimbang, resah dan gundah.

Secara logikanya, apabila berhadapan dengan banyak persoalan dan tanggungjawab yang perlu diselesaikan tentulah menyebabkan seseorang sukar untuk mempunyai jiwa yang tenang. Bagaimanakah kita bisa memiliki ketenangan jiwa membawa kebahagian, banyak orang kesulitan merasa bahagia, meskipun badannya sehat, secara meteri berkecukupan, dan keluarganya lengkap. bahagia atau sengsara sebetulnya berasal dari diri sendiri. Pada dasarnya semua kejadian di dunia (termasuk perilaku orang lain dan peristiwa yang tak terduga) adalah netral. Manusia yang dikaruniai pikiran punya kebebasan untuk menilai apakah suatu kejadian itu negatif atau positif. Ketidak bahagiaan terjadi karena kita belum bisa mengambil hikmah dari suatu kejadian, akibatnya diri kita sendiri yang menderita, meskipun kejadian yang memicunya sudah berlalu.

Ketenangan jiwa melahirkan sebuah kebahagian yang murni, seseorang yang memiliki ketenangan jiwa mereka tegar dan mantap menghadapi segala permasalahan hidup yang ada. Ketenangan jiwa tidak akan bisa kita miliki jika kita memiliki prasangka buruk, atau selalu berfikiran negatif. Diantara emosi negatif yang sering menjadi penyebab sulitnya merasa bahagia atau jiwanya tidak tenang adalah

* Rasa dendam, marah, benci, sakit hati kepada seseorang.
* Merasa ingin “protes” kepada Tuhan
* Tidak bisa menerima takdir / kejadian pahit di masa lalu.
* Tidak bisa memaafkan seseorang secara penuh.
* Ingin dilahirkan sebagai (ingin menjadi) orang lain.
* Selalu merasa kekurangan
* Sudah berkecukupan, tapi selalu takut jatuh miskin, takut bangkrut / dipecat dalam kerjanya
* Dan fikiran negatif lainya

Ketenangan jiwa yang melahirkan kebahagian berawal dari kepasrahan total manusia terhadap sang pencipta, menerima apapun yang telah dimilikinya, dan semangat untuk memperbaikinya bukan merubah seseuatu yang tidak mungking. kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki tidak menghampiri manusia yang tidak mengenal dirinya dan tidak mengenal Tuhannya. betapun kaya orang itu, betapapun berkuasa orang itu. kita harus yakin bahwa kehadiran kita di dunia bukanlah suatu yang sia-sia. Ketenangan jiwa tidak sejalan dengan ketakutan. Selama kita khawatir, kita tidak akan bisa melihat Ketenangan jiwa yang ada di sekitar kita. Ketakutan cenderung membuat kita melakukan hal yang justru menjauhkan kita dari Ketenangan jiwa itu sendiri.

PART III

Ujian dan cobaan berat apapun bukan wujud dari kebencian ALLAH.

Justru memberikan peluang bagi kita untuk semakin interopeksi diri.Barang kali selama kita bertahta di singgasana kesuksesan kita bisa lupa daratan.Boleh jadi kesuksesan kita telah melukai orang lain.ALLAH tidak rela hamba-NYA itu hanyut oleh kefanaan dunia.maka diujilah kita dgn berbagai cobaan sbgi batu rintangan.Ujian hidup malah menempa kematangan dalam menatap dunia yg sesungguhnya.Keresahan hati bila di perturutkan akan berlanjut pada frustasi.jiwa yg resah akan membungkam ketajaman fikiran.kita tidak dpt membaca peta kehidupan dgn bijaksana bila hati kita resah.pelita hati menjadi padam oleh kebimbangan.Al Qur'an amat peduli dgn keresahan hati kita,dalam beberapa ayat bnyk diuraikan untuk mengobati jiwa yg resah.

''orang orang yg beriman dan hati mereka menjadi tentram dgn mengingat ALLAH.Ingatlah dgn mengingat ALLAH lah hati terasa tentram''Qs.Ar-Ra'd;13-28

Maka berhasil ataupun gagal sudah menjadi hal yg lumrah untuk di hadapi.dgn bersyukur dan brbuat baik dan siap dgn sgla kemungkinan terburuk,maka kita merasa terhormat di pilih ALLAH untuk menempuh ujian-NYA.Mustahil ALLAH melimpahkan semua kesuksesan pada satu pribadi saja,dan melupakan hak hamba-NYA.
Atas nama keadilan ALLAH lah ,kesuksesan dan kegagalan menjadi sunatullah yg tak terpisahkan dr takdir setiap insan.{hidayah}

Wallahu a'lam

PART IV

Ahmad Syafe'i Said


Hilangnya rasa malu dan perlunya saling menasihati

''Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran,'' (QS 103:1-3)

''Barang siapa dari kamu melihat kemunkaran hendaknya dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka dengan mulutnya. Apabila tidak mampu juga maka cukup dengan mengingkari dengan hatinya dan itu adalah bentuk iman yang paling lemah.'' (HR. Bukhari Muslim)

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia di manapun mereka berada memperlihatkan kekritisan yang aduhai beraninya terhadap berbagai penyelewengan yang terjadi khususnya terhadap Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi (NKK). Siapapun sekarang ini dengan lantang akan menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap NKK tersebut. Apa sebenarnya yang terjadi? Disatu sisi cercaan tersebut ditujukan kepada tokoh atau sekolompok orang tertentu yang selama bertahun-tahun ber-NKK ria, sehingga mereka tidak peka lagi terhadap azab dan dosa. Ada satu rumor diantara kita, kamu boleh minta apa saja, bapak akan beri. Asal jangan minta satu hal, karena bapak sudah tidak punya lagi?. Apa itu, pak? Rasa malu dan rasa berdosa!!

Disisi lain dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar dan mencoba saling menasihati (bertaushiyyah) dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dalam bentuk kritikan dan cercaan. Nah kedua hal itu yang akan kita coba kupas sepintas dalam buletin ini.

Hilangnya rasa malu dan kepekaan terhadap rasa berdosa

Pertama kali berbuat dosa, antara lain meninggalkan shalat, berbohong pada suami, berbohong pada istri, berbuat jahat pada orang lain, dan lain sebagainya, berkolusi, korupsi, dan mementingkan keluarga sendiri sekalipun dengan cara mengambil hak orang lain, diri yang fitri akan bergetar takut dan merasa bersalah. Rasa takut ini akan berkurang apabila perbuatan atau dosa yang sama diulang kedua kalinya. Dan, akan terus berkurang pada pengulangan ketiga, keempat, sampai akhirnya pekerjaan dosa itu menjadi biasa, menjadi adat dan kebiasaan sehingga hilang kepekaan hati.

Rasulullah saw telah menggambarkan hilangnya kepekaan hati semacam ini. Hati itu, kata Rasulullah saw, pada awalnya ibarat kain putih tanpa noda. Bila seseorang melakukan dosa maka akan ada titik hitam pada hati itu. Jika dia bertobat, maka titik hitam itu akan dihapus dan hatinya kembali putih. Tapi, bila tidak dan dia kembali mengulang berbuat dosa maka titik hitam itu ditambah lagi sampai akhirnya hatinya menjadi hitam legam. Hati seperti ini tidak lagi peduli dengan kemungkaran dan tidak lagi mengenal kebajikan. Inilah hati yang disebut Al Qur'an sebagai al Qulub al Qosiyah, yang lebih keras dari batu sekalipun. Hati yang demikian itulah yang pada akhirnya tidak memiliki rasa malu lagi.

Fase-fase hati menjadi qosiyah (keras membatu) sebagaimana dijelaskan Al Qur'an.

Pertama, dimulai dengan lupa dzikir kepada Allah karena dikuasai setan sebagaimana dapat kita simak dalam Al-Qur'an: "Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah" (QS 58:19).
Kedua, karena lupa kepada Allah maka Allah lupakan mereka kepada diri mereka sendiri sebagimana firman Allah: ''Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri'' (QS.59:19).
Ketiga, kemudian setan akan menjadi teman paling dekatnya sebagaimana firman Allah: ''Barang siapa yang berpaling dari dzikrullah maka akan Aku jadikan setan sebagai teman yang selalu menyertainya,'' (QS.43:36).
Keempat, setan ini akan menghiasi semua perbuatan mungkar yang dilakukan sehingga nampak baik dan benar baginya. Perhatikan firman Allah berikut ini: ''... Dan setan pun menghiasi bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka,'' (QS.29:38).
Kelima, karena itu hati mereka mengeras bagai batu bahkan lebih keras daripada batu, sehingga pada akhirnya tidak punya lagi rasa malu tadi. Tetapi yang lebih berbahaya dari hilangnya kepekaan hati terhadap dosa adalah hilangnya kepekaan atas azab Allah. Sering orang tak sadar bahwa ia sedang diazab Allah karena dosanya. Azab ini bisa berbentuk musibah, bencana, krisis ekonomi yang melanda Indonesia misalnya, tetapi juga bisa berbentuk kenikmatan duniawi.

Perlunya saling menasihati

"Agama adalah nasihat .... "(HR Bukhori dan Muslim) Makna hadis ini adalah agama itu semuanya berisi nasihat, petunjuk, dan bimbingan. Sedangkan makna praktis-aplikatif adalah bahwa setiap manusia beragama harus siap memberi nasihat dan menerimanya. Siap memberi nasihat karena itu adalah bagian dari amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar yang menjadi kewajiban setiap Muslim di saat melihat kemunkaran, dan berbagai macam perbuatan dosa.

Saling menasihati yang dalam bahasa Arabnya taushiyyah merupakan salah satu pilar untuk mengobati qasiyah. Saling menasihati memang harus menjadi perilaku utama orang-orang yang beriman, apa pun profesi, jabatan, serta kedudukannya. Dalam hidup ini, tidak ada orang yang kebal dari kesalahan dan perbuatan dosa. Saling menasihati tersebut adalah dalam upaya baik kita maupun orang lain mengurangi atau bahkan tidak melakukan sama sekali perbuatan dosa. Dilihat dari karakter manusia, teguran dan perbaikan juga merupakan hal yang sangat manusiawi. Karena, manusia secara fitri tidak maksum dan tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertobat". Memang berat untuk dapat menerima nasihat, kritik, atau protes. Ia bagaikan obat yang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan, sering kali orang yang suka dan biasa memberi nasihat, kritik, atau protes justru tidak doyan dan tidak tahan dinasihati, dikritik, atau diprotes.

Hanya seorang Muslim hakiki dan berjiwa besar yang dapat menerima teguran, kritikan, atau protes sebagai nasihat. Dia dapat menerimanya secara timbal balik dan tidak monolog. Karena yang menjadi ukuran baginya adalah kebenaran. Keberanian menyampaikan kebenaran adalah jihad baginya. "Berkatalah yang benar walaupun itu pahit" sabda Rasulullah saw. Sedangkan siap menerima setiap kebenaran adalah bukti utama dari keimanannya. Abu Bakar adalah salah seorang teladan pemimpin yang menyadari pentingnya hal ini. Ia sadar bahwa kekuasaan sering melampaui batas, jika tidak disertai sikap kritis dan taushiyyah dari masyarakat. Karena itu, salah satu isi pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakr adalah mendorong umat berani mengoreksinya jika ia salah, "Bantulah aku jika benar, dan luruskan aku, jika aku salah …" demikian Abu Bakr berucap.

Umar bin Khatab, khalifah kedua, pada saat berpidato resmi sebagai kepala negara pernah diinterupsi oleh seorang wanita tua yang mengingatkan kesalahan Umar dalam pidatonya itu. Umar menerima peringatan ini sebagai nasihat dan secara patriotik mengakui bahwa beliau telah salah dan wanita itu benar. Sikap positif ini telah Umar mulai sejak awal kepemimpinannya. Pada saat pelantikannya sebagai khalifah beliau berpidato, "Seandainya aku dalam melaksanakan amanat ini melakukan kesalahan dan kekeliruan, maka tolong aku diingatkan dan diluruskan!" Salah seorang dari yang hadir lalu berdiri dan berkata dengan lantang. "Wahai Umar, aku akan meluruskan engkau dengan pedangku ini!" katanya sambil menghunus pedang. Kemudian Umar berkata dengan tenang, "Alhamdulillah, ada dari rakyatku yang mau meluruskan aku dengan pedangnya".

Hubungan persaudaraan dan kekeluargaan serta kehidupan bermasyarakat akan terasa sehat dan dinamis, manakala saling menasihati ini dikembangkan dan dibudayakan, tanpa disertai sikap saling mencurigai, benci, dan cercaan yang tidak pada tempatnya seperti dewasa ini terjadi di negara kita. Sedih rasanya manakala kita lihat tokoh-tokoh tertentu, karena ketokohannya, atau karena kekhilafannya, berbuat tidak pada tempatnya dalam rangka menasihati orang lain. Maksud awalnya menasihati dalam rangka amar ma'ruf wan nahi 'anilmunkar tetapi belakangan jadi political interest hingga membuahkan cercaan dan hinaan yang tidak pada tempatnya. Akibatnya tokoh-tokoh tersebut menjadi takabur, adigung adiluhur. Langsung maupun tidak, perilaku semacam ini akan merusak iklim kebersamaan. Sikap yang paling menonjol dari orang takabur ini adalah sikap penghinaan dan menganggap remeh pendapat serta kerja orang lain, gampang menilai orang lain tidak punya kemampuan, iri, dengki, bahkan dendam terhadap orang lain yang memperoleh kelebihan dan kesempatan. Sehingga, seolah-olah hanya orang lain yang salah, sedangkan dirinya sendiri bersih tak berdosa. Astagfirullah. Barangkali sudah saatnya kita patut beristigfar. Memohon ampun pada Illahi. Sebab, bagaimanapun, dinilai merugi orang yang selalu merasa dirinya suci dan benar atau selalu melemparkan kesalahan kepada orang lain sebagaimana dapat kita simak berikut ini: "Mereka yang menjauhi dosa-dosa yang besar dan perbuatan-perbuatan yang keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil .... Oleh karena itu, janganlah kamu memuji-muji dirimu sendiri. Sebab Dia tahu siapa yang sebenarnya bertaqwa." (QS 53:32).

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berani memberi nasihat dan dapat menerima nasihat dengan lapang dada. Wallahu'alam bishawab.